Perselingkuan semakin marak dan bahkan beberapa menganggap perselingkuhan merupakan hal lumrah karena munculnya rasa bosan dan juga alasan lain di baliknya.
Lebih lagi, perselingkuhan ini kadang termaafkan oleh korban karena beberapa alasan.
Bila banyak bukti menyebutkan bahwa pasangan yang jadi korban perselingkuhan marah dan memutuskan berpisah, tetapi menurut penelitian, justru banyak perempuan yang memaafkan perselingkuhan pasangannya.
Menurut data statistik, diperkirakan bahwa hanya sekitar 6 dari 10 laki-laki yang setia pada pernikahan dan hubungan rumah tangga mereka, artinya sisanya merupakan laki-laki yang tak setia dengan pernikahannya.
Akan tetapi meski begitu, hanya tiga dari 10 pernikahan dengan kasus perselingkuhan berakhir perceraian. Artinya, tujuh dari 10 pasangan memilih mempertahankan rumah tangga dan pernikahannya.
Sehingga menurut sebuah studi, perselingkuhan bukan merupakan alasan utama mengapa pasangan ingin berpisah. Bahkan, menurut ahli statistilk pernikahan, Grant Thornton, ia melihat kasus perselingkuhan di inggris sebagai suatu hal paling umum tetapi justru dijadikan motivasi mempertahankan pernikahan yang paling umum.
Walaupun banyak masalah tak bisa dideteksi, tetapi banyak pasangan yang berhasil pulih dari ketidaksetiaan yang sempat dilakukan pasangannya.
Bahkan kini, perempuan mulai menoleransi perselingkuhan dan dugaan pengkhianatan yang telah dilakukan oleh suami mereka.
Tentu Moms pernah mendengar perselingkuhan Pangeran Inggris, Pangeran Charles beberapa tahun silam.
Sudah memperistri Putri Diana, namun ternyata Charles dikabarkan selingkuh dnegan Camilla Parker dan kini keduanya menjadi pasangan suami-istri.
Publik yang awalnya muak menjadi beralih menolerir pilihan Pangeran Charles saat itu, dengan alasan yang belum terdeteksi beberapa tahun silam.
Setelah melakukan berbagai survey, diketahui bahwa perempuan lebih memiliki toleransi tinggi untuk perselingkuhan.
Mereka mampu bersikap seakan-akan masalah tersebut bukan masalah besar, meski kadang teori yang mereka percaya juga sulit untuk mereka lakukan.
Menurut buku After the Affair, salah seorang mengatakan, �Jika suamiku melakukan itu (peselingkuhan) padaku, itu akan menjadi akhir (perceraian)�.
Tetapi nyatanya teori tak sesederhana itu, emosi memiliki peran penting dalam pengendalian perceraian akibat perselingkuhan.
Banyak alasan yang coba dipertahankan perempuan, salah satunya karena anak-anak yang sudah mereka rawat bersama. �Anda tidak bisa begitu saja mematikan tombol cinta untuk seseorang seolah mematikan sebuah tombol. Kebanyakan orang berjuang untuk melepaskan diri dan butuh waktu lebih lama untuk melakukan itu daripada yang mereka harapkan,� tulis Julia Cole, penulis buku tersebut.
Pada akhirnya, penelitian yang dilakukan Cole membuktikan bahwa hanya ada 50 persen dari pernikahan akan bertahan. Dan masih banyak lagi teori serta fakta mengenai hubungan perselingkuhan dengan usia pernikahan bisa bertahan.
Menurut Alison, menahan ego untuk tidak menyampaikan kekesalan dan mencari kesalahan lain merupakan kunci mempertahankan hubungan yang telah dikhianati.
Sulit dan sakit memang, namun komunikasi yang buruk justru tak akan membuat seseorang kehilangan pasangan tetapi juga masa depannya.
Karena bukan tidak mungkin, perempuan emosional lebih rentan mengalami depresi dalam dirinya.
Pihak yang tersakiti juga harus belajar untuk memperbaiki suasana, dan berusaha tidak membuat keruh dan mengingat kembali kejadian buruk yang sudah terjadi.
Bahkan, perempuan yang mengambil keputusan emosional dan memutuskan pernikahannya akan cenderung mengurangi kepercayaan dirinya sendiri.
Seperti pendapat Psikolog Dorothy Dowe, perempuan yang melakukan hal serupa dianggap menertawakan kesedihannya sendiri. �Cukup banyak permepuan memutuskan bahwa mereka tidak bisa hidup dengan ketidaksetiaan kemudian lari dari masalah untuk mendapat keuntungan lain. Tapi cara tersebut membuat orang lain tak lagi menaruh kepercayaan padanya. ia dianggap tidak bisa kembali ke situasi dan menghadapi masalah karena tidak mau melihat permasalahan dan cenderung lari dari masalah. Meski banyak permepuan yang tidak bergantung pada laki-laki memilih pria karena beranggapan mampu hidup sendiri dengan harta yang ia miliki,� ujar Rowe.
Alasan Selingkuh
Perselingkuhan bisa terjadi baik pada Dads maupun Moms. Ada stereotip bahwa motif utama laki-laki berselingkuh ialah karena faktor seks.
Sedangkan bagi Moms, urusan finansial, seperti tidak dinafkahi membuat Moms sering kali pindah ke lain hati. Padahal menurut ahli, perselingkuhan terjadi karena berbagai faktor yang sering kali di luar dua faktor di atas.
Oleh karena itu , Moms dan Dads perlu bijak untuk mengetahui berbagai penyebab perselingkuhan untuk upaya pencegahan. Ada beberapa alasan, seseorang memutuskan untuk memiliki hubungan dengan pasangan lain atau berselingkuh.
Tidak adanya keintiman emosional
Ketidakmampuan untuk melakukan percakapan dari hati ke hati dengan pasangan menjadi alasan utama seseorang untuk berselingkuh.
Selain itu, kurangnya dukungan antar pasangan bisa mendorong perempuan dan laki-laki untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Dalam bukunya The Truth on Cheating, konselor pernikahan Gary Neuman mengatakan bahwa 47% klien laki-laki yang berselingkuh mengaku melakukannya karena tidak adanya keintiman emosional.
Situasi menjadi lebih rumit karena umumnya laki-laki tidak suka menunjukkan perasaan. Oleh karena itu, menjalin komunikasi yang terbuka merupakan kunci dari keberhasilan suatu hubungan.
Pengaruh teman, pengalaman dan lingkungan
Jika seseorang telah memiliki pengalaman dengan perselingkuhan pada hubungan sebelumnya, ada kemungkinan besar bahwa orang tersebut akan bertindak sama dengan pasangan baru.
Selain itu, orang-orang di sekitar juga bisa memengaruhi kecenderungan seseorang untuk berselingkuh. Dalam satu poling anonim, lebih dari 75 persen laki-laki yang berselingkuh memiliki teman-teman yang juga mengkhianati istri mereka.
Hubungan intim membosankan
Hubungan seks juga memengaruhi kemungkinan pasangan untuk berselingkuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya emosi positif dalam kehidupan seks seseorang menyebabkan 70% laki-laki dan 49% perempuan untuk berselingkuh.
Nah untuk menghindarinya sebaiknya Moms dan Dads memang melakukan berbagai hal baru dalam kehidupan seks, tentunya yang masih aman agar tidak bosan.
Krisis kuartal kehidupan
Setiap fase dan tahun-tahun pernikahan pastinya memiliki hambatan dan kebahagiannya tersendiri. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pasangan sudah mulai tergoda saat memasuki usia 29, 39, atau 49, tepat sebelum dekade baru.
Hal ini bukan berarti setiap pasangan yang memasuki usia itu akan berselingkuh, namun memang kuartal kehidupan cukup rentan terhadap godaan pihak lain.
Hal ini bisa dihindari bila Moms dan Dads sama-sama terbuka dalam hal komunikasi, menjalankan pernikahan dengan visi yang sejalan, serta memiliki komitmen penuh atas keluarga dan pernikahan.
Kekurangan oksitosin
Oksitosin, juga disebut hormon cinta memainkan peran penting dalam menciptakan dan menjaga kepercayaan dalam suatu hubungan.
Para ilmuwan percaya bahwa kekurangan hormon ini bisa menjadi pemicu pasangan untuk berselingkuh. Dalam satu percobaan, beberapa laki-laki yang sudah menikah disuntik dengan oksitosin, berkenalan dengan seorang perempuan yang menarik.
Laki-laki yang sudah disuntikkan hormon oksitosin tersebut memiliki upaya untuk menjauhi perempuan tersebut dibandingkan dengan laki-laki lain yang tidak disuntikkan.
Moms dan Dads bisa lebih sering bermesraan dan menunjukkan rasa sayang dengan ungkapan lisan untuk menjaga kadar hormon oksitosin.
Merangkum dari berbagai fakta di atas, ternyata di indonesia perselingkuhan sebenarnya bukanlah kasus yang bisa disepelekan.
Melansir dari Kompas.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk tetap memperluas pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP).
Berdasarkan pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
Namun, untuk menghindari munculnya praktik persekusi, DPR dan pemerintah sepakat untuk memperketat ketentuan dalam Pasal 484 ayat (2).
Pasal tersebut mengatur pihak-pihak yang dapat melaporkan atau mengadukan orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana zina.
Pasal 484 ayat (2) draf RKUHP menyatakan tindak pidana zina tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan.
Frasa pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan kemudian diganti dengan suami, istri, orangtua, dan anak.
�Jadi tidak semua orang bisa mengadukan. Ayat 2 ini menegaskan delik aduan suami, istri, orangtua dan anak. Disepakati,� ujar Ketua Panja RKUHP Benny K. Harman saat memimpin rapat tim perumus dan sinkronisasi RKUHP antara pemerintah dan DPR di ruang Komisi iii, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Dalam rapat tersebut hadir Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih.
Setelah seluruh pasal disepakati dalam rapat tim perumus dan sinkronisasi, draf RKUHP akan dibawa ke rapat Panitia Kerja sebelum disahkan pada Rapat Paripurna. Meski begitu, Akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai perluasan ketentuan pasal perzinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) justru berpotensi disalahgunakan.
Menurut Agustinus, tak menutup kemungkinan perluasan pasal zina memunculkan tindakan kejahatan lain, yakni pemerasan. �Apa yang akan terjadi (jika perluasan pasal zina disahkan)? Pemerasan ini ekses negatif yang kemungkinan bisa terjadi dan ini yang harus diantisipasi,� ujar Agustinus dalam sebuah diskusi bertajuk �Membedah Konstruksi Pengaturan Buku i Rancangan KUHP� di Kampus Sekolah Tinggi Hukum (STH) indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).
Pasal 460 ayat 1 huruf e draf RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.
Tindak pidana tersebut tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anak. Dalam KUHP sebelum revisi, perbuatan seksual di luar perkawinan tidak dikategorikan sebagai tindak pidana. Perbuatan zina hanya dapat dipidana dengan mensyaratkan adanya ikatan perkawinan para pelaku.
Agustinus menjelaskan, dalam suatu hubungan seksual antara dua orang, bukan tidak mungkin salah satu pihak akan menekan pihak yang lain dengan memberikan ancaman untuk melapor.
Salah satu pihak dapat meminta kompensasi atau pemberian uang ke pihak lain jika tidak ingin dilaporkan. Jika pasal tersebut nantinya disahkan, Agustinus khawatir ketentuan itu justru akan memfasilitasi seseorang dalam melakukan pelanggaran hukum.
�Saya khawatir justru UU akan memfasilitasi bentuk kejahatan semacam ini karena orang seperti diberi semacam power untuk bisa menekan melalui peraturan hukum,� tuturnya.
Sumber : Dari berbagai media online